Sabtu, 26 September 2009

MEURAH JOHAN RAJA ACEH DARUSSALAM YANG PERTAMA URANG GAYO


MERAH JOHAN, ANAK RAJA LINGGA ACEH TENGAH ADI GENALI SULTAN PERTAMA ACEH DARUSSALAM DENGAN GELAR SULTAN ALAIDIN JOHANSYAH
                                                                                                                           
Gayo artinya Indah
Orang gayo berasal dari melayu tua yang datang ke Sumatera gelombang pertama dan menetap di pantai timur Aceh antara daerah aliran sungai Jambo Aye, Sungai Peureulak dan Sungai Temiang. Kemudai menyusur daerah aliran ketiga sungai itu berkembang ke Serbejadi, Lingga dan Gayo Luwes. Mereka berusaha di sector pertanian sub sector perladangan, perburuna, perikanan, perternakan dan kehutanan secara amat sederhana dan membangun kerjaan Lingga dengan ibukotanya Buntul Lingga yang terletak di pinggir sebuah anak sungai di hulu sungai Jambo Aye.

Sejak masa itu sampai sekarang, orang Gayo bermukim di enam kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan Lukup Serbejadi Kabupaten Aceh Timur, Kecamatan Pulo Tige Kabupaten Temiang, sebagian wilayah kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Gayo Luwes dan di Kabupaten Bener Meria.

Ketika sebuah angkatan da’wah Islam berjumlah 100 orang terdiri dari orang-orang Arab, Persia dan India di pimpin oleh Nakhoda Syahir Nuwi dari Teluk Kambey Gujarat berlabuh di Teluk Perelak pada tahun 173 H atau 800 M. orang-orang gayo membaur dengan mereka dalam proses pemerintahan dan kemasyarakatan, diikat oleh tali persaudaraan Islamiah. Selama periode itu, semua orang Gayo mulai memeluk Islam yang sebelumnya animisme. Ahmad Syarif dinobatkan menjadi Merah (Raja) Islam Lingga Pertama pada tahun 181 H atau 808 M.

Pada tahun 225 H atau 840 M, kerajaan Peureulak diresmikan menjadi Kerajaan Islam dipimpin oleh Sutan pertama Sayid Maulana Aziz Syah berasal dari Arab Qabilah Quraisy.

Pada tahun 375-379 H atau 986-990 M pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Malik Ibrahim Syah, Kerajaan Islam Peureulak diserang oleh Kerajaan Sriwijaya. Sebagian pemimpin dan rakyat Peureulak bergerilya dan hijrah ke Lukup, Samarkilang, Serule, Lingga, Penarun dan Isaq bergabung dengan orang-orang gayo yang sejak lama telah bermukim disana. Setelah Sriwijaya dikalahkan oleh Mojopahit pada tahun 379 H atau 990 M, sebagian pemimpin dan rakyat Kerajaan Islam Peureulak kembali ke Peureulak dan sebagian menetap di Serule, Lingga dan Isaq.

Salah seorang pemimpin Kerajaan Peureulak bernama Merah Malik Ishaq Syahir Nuwi, keturunan Pangeran Syahir Nuwi dari Persia dan Puteri Siyam, bermukim di Lembah salah satu anak sungai Jambo Aye pada masa Kerajaan Islam Perlak dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah tahun 365-377 H atau 976-988 M. program prioritas Merah Malik Ishaq membangun mesjid dan zawiyah (dayah), dimana dipelajari 32 mata pelajaran ilmu pengetahuan duniawi dan ukhrawi secara padu. Kemudian negeri itu terkenal dengan nama Isaq berasal dari nama Malik Ishaq.

Anak Merah Malik Ishaq satu-satunya bernama Merah Mersa, meneruskan usaha ayahnya mengembangkan Islam dan membangun Negeri Isaq, Lingga dan Takengon. Anak Merah Mersa ada enam orang.
  1. Merah Putih dan Merah Hitam yang lazim disebut Merah Dua membangun Negeri Meureudu di Pidie Timur. Nama Meureudu berasal dari Meurah Dua
  2. Merah Bacang, adik Merah Putih dan Merah Hitam membangun Negeri Seunagan di Aceh Barat
  3. Merah Jernang adik Merah Bacang membangun negeri serbejadi Lukup Aceh Timur
  4. Merah Ibrahim, adik Merah Jernang membangun Negeri Daya Aceh Barat
  5. Merah Pupuk adik Merah Jernagn membangun Negeri Daya Aceh Barat
  6. Meurah Mege melanjutkan usaha kakeknya Merah Ishaq dan ayahnya Merah Mersa di Negeri Isaq.

Salah seorang cucu Merah Mersa atau cicit Merah Malik Ishaq ialah Adi Genali, anak Merah Ibrahim menjadi Sultan Kerajaan Islam Lingga yang dinobatkan oleh ulama besar Kerajaan Islam Peureulak Syekh Sirajuddin pada tahun 550 H atau 1125 M yang menetap di Serule sebagai penasehat Kerajaan Islam Lingga dengan sebutan Cik Serule

Adi Genali mempunyai empat orang anak, seorang puteri dan tiga orang putera :
  1. Siti Lela yang popular dalam kerajaan Islam Lingga disebut Datu Beru. Beliau dimakamkan di pemakaman Kerajaan Islam Lingga di Buntul Lingga
  2. Merah Lingga yang kemudian menjadi Raja Lingga menggantikan ayahnya.
  3. Sibayak Lingga yang membangun negeri Sibayak di dataran tinggi pegunungan Sibayak Karo dan mengembangkan Islam di Aru.
  4. Merah Johan atau Johansyah menjadi sultan pertama kerajaan Aceh Darussalam denga gelar Sultan Alaidin Johansyah

Fungsi tersebut beliau raih melalui proses sebagai berikut :
·         Adi Genali dan Cik Serule sepakat untuk melanjutkan pendidikan Johansyah ke Zawiyah Cot Kala di Bandar Perlak, setelah beberapa tahun diajar dan dididik oleh Syekh Sirarjuddin (Cik Serule) dengan harapan kelak dapat menggantikan ayahnya memimpin Kerajaan Islam Lingga dengan lebih baik.
·         Johansyah yang tampan itu, berakhlak mulia, rajin dan cerdas, sehingga setelah Johansyah menyelesaikan pendidikan pada Zawiyah Cot Kala, Guru Besar Zawiyah tersebut Syekh Abdullah Kan’an dengan persetujuan Sultan Kerajaan Islam Perlak, mengangkat Johansyah menjadi guru Zawiyah itu.
·         Selain sebagai guru, Johansyah dipercayakan pula untuk beramal membantu Kerajaan Islam Perlak dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran. Berkaitan dengan jabatan yang kedua ini, Johansyah dipanggil pula dengan lakab Merah Johan.
·         Pada tahun 600 H atau 1204 M, Kerajaan Benua Cina yang dipimpin oleh seorang puteri Cina Laksamana Liang Khie menaklukkan Kerajaan Indera Jaya ibu kotanya Panton Bie, tetangga Kerajaan Indra Purba ibu kotanya Lamuri. Raja bersama sejumlah  pembesar, tentara dan rakyat Kerajaan Indra Jaya mengungsi dan mendirikan Kerajaan Indra Jaya Baru di sebelah barat Gunung Geruthee. Laksamana Liang Khie mengangkat dirinya menjadi Maharaja Kerajaan Indra Jaya yang telah merubah namanya menjadi Kerajaan Seudu.
·         Kerajaan Seudu kemudian diperintah oleh keturunan Laksamana Liang Khie bernama Nian Nio. Laksamana yang cantik dan berani itu melanjutkan keinginan Liang Khie untuk menguasai kerajaan-kerajaan Indra Jaya, Indra Purwa, Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purba yang terpecah  belah di wilayah Aceh Besar sekarang, yang menyebabkan Nian Nio dengan mudah menguasai mereka.
·         Laksamana Nian Nio mulai menyerang ibu kota Kerajaan Indra Purwa dan akan dilanjutkan ke Kerajaan lainnya. Karena itu Maharaja Kerajaan Indra Purba mengirim utusan yang dipimpin oleh Hulubalang Barata kepada Kerajaan Islam Peureulak untuk meminta bantuan. Sultan Kerajaan Islam Peureulak Makhdum Alaidin Malik Muhammad Syah dan Perdana Menteri Kamaluddin menerima perutusan dari Kerajaan Purba itu dengan baik.
·         Setelah melalui musyawarah yang matang dengan Majelis Syura, Sultan Alaidin menyatakan kepada Hulubalang Barata, bahwa Kerajaan Islam Peureulak bersedia membantu Kerajaan Indra Purba dari serangan Kerajaan Seudu.
·         Dalam program dan kebijakan Kerajaan Islam Perlak sejak lama telah ditetapkan, bahwa setiap langkah dan usaha harus dilaksanakan dengan tema Dakwah Islamiah. Untuk itu dilaksanakan seleksi dan latihan anggota pasukan, sehingga bukan hanya terampil dalam bidang peperangan tetapi juga terampil dalam berbagai aspek kehidupan menurut ajaran Islam.
·         Sebanyak 500 orang pasukan tentara Kerajaan Islam Peureulak ditambah dengan utusan Kerajaan Purba, mengikuti pelatihan selama tiga bulan di Pusat Latihan Cot Kala Peureulak. Selama pelatihan, Hulubalang Barata melapor secara berkala kepada Maharaja Kerajaan Indra Purba di Bandar Lamuri mengenai system pelatihan dan kesan-kesan selama berada di wilayah Kerajaan Islam Peureulak. Utusan Kerajaan Purba merasa simpati dan mendorong mereka menganut Islam tanpa paksaan. Namun hal itu tidak mereka laporkan kepada Maharaja Indra Purba, karena Maharaja dan seluruh rakyat kerajaan-kerajaan di kawasan Aceh Besar menganut agama Budha.
·         Pada hari kamis 27 Rajab 570 H, bertepatan dengan 1180 M, 500 prajurit pilihan Kerajaan Islam Peureulak yang terdiri dari 400 prajurit dan 100 perwira diantaranya 75 prajurit dan 18 perwira perempuan dengan upacara khidmat diberangkatkan ke Bandar Lamuri ibu kota Kerajaan Indra Purba, dipimpin oleh Syekh Abdullah Kan’an sebagai Panglima dan Merah Johan sebagai Wakil Panglima. Pasukan ini bernama Angkatan Syiah Hudan. Raja Lingga Adi Genali mengirim 100 prajurit Kerajaan Lingga dan bergabung dengan Angkatan Syiah Hudan di Jalin untuk membantu Kerajaan Indra Purba dari serangan Kerajaan Seudu.
·         Program Angkatan Syiah Hudan adalah melaksanakan da’wah bil lisan dan da’wah bil hal secara padu. Syekh Abdullah Kan’an membangun Zawiyah Kan’an di Bandar Lamuri dan menjelaskan ajaran Islam secara kaffah : keimanan, ibadah, semua jenis amal saleh termasuk sistim pergaulan, memelihara kebersihan dan menganekaragaman usaha pertanian dari lading dan ternak dengan kelapa, lada, pala, kopi dan lain-lain. Sementara Merah Johan memipmpin pelatihan penduduk Indra Purba yang berusia 18 sampai 40 tahun mengenai taktik dan strategi peperangan mempertahankan diri dan menyerang perwira dan prajurit pasukan Syiah Hudan tiap waktu shalat berjama’ah diawali dengan azan dan iqamah dan ditutup dengan zikir dan do’a.
·         Keterpaduan kedua sisitim dakwah Islamiyah dimaksud menarik simpati pemimpin dan rakyat Kerajaan Indra Purba, Indra Patra, Indra Purwa dan Indra Puri, sehingga mereka menyatakan diri memeluk Islam yang sebelumnya menganut agama Budha dan memperkuat pasukan angkatan Syiah Hudan dengan membentuk pasukan gabungan.
·         Maharaja Indra Purba mengangkat Syekh Abdullah Kan’an menjadi penasehat Kerajaan Indra Puba dan Merah Johan menjadi Panglima Gabungan Angkatan Perang Kerajaan Indra Purba dan Kerajaan Islam Peureulak. Merah Johan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat dan alam untuk meraih kemenangan melawan serangan angkatan perang Kerajaan Seudu.
·         Kerajaan Seudu menyerang besar-besaran Lamuri ibu kota Indra Purba. Meurah Johan menyusun empat pasukan terpadu yang diutuskan pada empat arah untuk mempertahankan ibu kota Bandar Lamuri dan merebut ibu kota Kerajaan Seudu Bandar Panton Bie dan Lingke dimana Maharani Nian Nio berkedudukan. Penetapan tempat kedudukan dan pemberian nama Liengkie oleh Nian Nio adalah untuk mengabdikan nama leluhurnya Maharaja Laksamana Liang Khie.
·         Hampir satu tahun Syekh Abdullah Kan’an dan Merah Johan membina masyarakat Indra Purba, mempersiapkan fisik dan mental untk mempertahankan dan membalas serangan angkatan perang Kerajaan Seudu. Dan terjadi pertempuran antara pasukan gabungan Kerajaan Islam Peureulak dan Kerajaan Indra Purba melawan pasukan Kerajaan Seudu selama tiga bulan, yang paling sengit di Kuala Naga dan Liengkie, akhirnya Nian Nio dapat ditawan dan Kerajaan Seudu menyatakan kekalahannya.
·         Pada hari Rabu 14 Rajab 601 H, Kerajaan Indra Purba menyelenggarakan upacara menyambut kemenangan itu, pembesar-pembesar Kerajaan Indra Purba menyatakan secara resmi memeluk Islam, Syekh Abdullah Kan’an shalat syukur atas nikmat Allah yang tidak ternilai itu. Merah Johan diakadnikahkan dengan puteri Maharaja Indra Purba bernama Indra Kesuma.
·         Nian nio termenung murung membisu dalam rumah tahanan Kerajaan Indra Purba memendam cinta terhadap Merah Johan yang gagah tampan. Terjadilah cinta segitiga antara Indra Kesuma, Nian Nio dan Merah Johan. Syekh Abdullah Kan’an merundingkan cara penyelesaian cinta segi tiga itu dengan Maharaja dan Permaisuri Kerajaan Indra Purba. Masalah ini amat pelik dirasakan oleh mereka karena bermadu merupakan keadaan yang paling pahit dirasakan oleh seorang isteri, apalagi belum sampai satu bulan Merah Johan menikah dengan Indra Kesuma. Namun untuk kepentingan dakwah Islam dan untuk persatuan Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Seudu dan Kerajaan lainnya, Maharaja , Permaisuri dan Puteri Kerajaan Indra Purba, Indra Kesume isteri pertama Merah Johan, menyetujui pernikahan Merah Johan dengan Nian Nio dengan syarat bahwa Nian Nio terlebih dahulu menganut agama Islam. Syekh Abdullah Kan’an memimpin pengislaman Nian Nio dan menikahkannya dengan Merah Johan di Istana Kerajaan Seudu Panton Bie. Sejumlah pembesar dan rakyat Kerajaan Seudu yang setia kepada Nian Nio memeluk agama Islam.
·         Pada tanggal 28 Sya’ban 601 H, diselenggarakan musyawarah besar di Istana Kerajaan Indra Purba di ibukota Bandar Lamuri. Pesertanya sebanyak 1000 orang terdiri dari para wakil Kerajaan Seudu, Indra Purwa, Indra Patra, Indra Puri, Indra Purba dan sejumlah peninjau dari Kerajaan Islam Peureulak, Pase, Benua dan Lingga. Dua isteri Merah Johan Indra Kesuma dan Nian Nio dengan amat harmonis memimpin para petugas untuk mempersiapkan musyawarah besar itu. Setelah Maharaja Indra Purba membuka dan menjelaskan tujuan musyawarah, Syekh Abdullah Kan’an menyampaikan pidato yang intinya : memproklamir-kan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam, menjelaskan dasar-dasar Kerajaan dan melantik Merah Johan menjadi Sultan Kerajaan Aceh Darussalam.

PIDATO SYEKH ABDULLAH KAN’AN :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji hanya untuk Allah, Pencipta dan Pemilik semesta alam Salawat dan salam untuk penghulu kita Rasulullah Muhammad SAW.

Saudara-saudara yang kami muliakan,
Hari ini kita menutup musyawarah akbar Kerajaan Seudu, Indra Purwa, Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purba serta diikuti oleh wakil dari Kerajaan Islam Peureulak, Pase, Benua dan Kerajaan Islam Lingga. Kita telah sepakat untuk mendirikan satu Kerajaan Islam Aceh dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam

Kita telah sepakat pula bahwa dasar Kerajaan Aceh Darussalam adalah Islam. Kalau Al-qur’an menjadi pedoman hidup manusia dan dasar Kerajaan, maka dunia ini menjadi surga, karena keadilan dan kebenaran, persaudaraan dan kasih saying, persamaan dan hak azasi manusia menjadi raja.

Kita juga telah sepakat bahwa ibu kota Kerajaan Aceh Darussalam di bangun baru di antara Kerueng Naga dan Kuala Naga, untuk mengenang pertempuran sengit dan menentukan antara pasukan Kerajaan Indra Purba yang dipimpin oleh Meurah Johan dan pasukan Kerajaan Seudu yang dipimpin oleh Laksamana Nian Nio. Ibu kota baru itu kita beri nama Banda Aceh Darussalam.

Kita juga telah sepakat bahwa Meurah Johan ditetapkan menjadi Sultan pertama Kerajaan Aceh Darussalam dengan gelar Sultan Alaidin Johansyah.

Kita berharap pada suatu masa, Kerajaan Samaindra dan Kerajaan Indra Jaya serta Kerajaan Islam Peureulak, Pase, Benua dan Kerajaan Islam Lingga akan  bersatu dalam Kerajaan Aceh Darussalam yang besar ini dan akan mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh Nusantara Indonesia.

Atas nama peserta musyawarah, pada haru Jum’at tarekh 1 Ramadhan 601 H, saya menyatakan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam dan meresmikan Meurah Johan menjadi Sultan Aceh Darussalam.

Kita berdo’a, semoga Allah SWT melindungi dan memberi petunjuk kepada kita semua. Amiin ya Arhamarrahimiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


PIDATO SAMBUTAN MEURAH JOHAN GELAR ALAIDIN JOHANSYAH :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji kami persembahkan kepada-Mu ya Allah Raja segala Raja. Engkau beri Kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau sukai dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Segala kebaikan berada dalam tangan-Mu dan Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Kami bersyukur kepada Allah SWT karena dengan iradah-Nya, hari ini kami diresmikan menjadi Khadim dari kerajaan-Nya.

Kami berjanji akan berusaha melaksanakan semua ajarannya dalam segala cabang kehidupan umat.

Sebagai manusia, kami adalah orang yang lemah, hanya Al-Haq Allah SWT adalah kekuatan mutlak. Kejahatan sebesar apapun tidak akan sanggup bertahan dihadapan Al-Haq. Kami adalah tangan Al-Haq yang akan membela rakyat tertindas dan mematahkan leher kezaliman.

Dalam kerajaan Aceh Darussalam, yang menjadi rajanya adalah kebenaran, keadilan, persaudaraan, persamaan, keikhlasan dan cinta kasih. Siapapun tidak boleh memperkosa dasar-dasar ini. Segala unsur bangsa dan segala jenis darah yang berada dalam Kerajaan Aceh Darussalam akan diperlakukan sama, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tinggi rendah seseorang diukur dengan taqwa. Hanya rakyat yang cerdaslah yang dapat memelihara dan melaksanakan dasar-dasar ini.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan rakyat kami meresmikan Zawiyah Kan’an sebagai pusat pendidikan Islam dan Kerajaan Aceh Darussalam.

Demikianlah sambutan dan harapan kami, semoga Allah SWT memperkenankannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Lampiran :
Skema silsilah Sultan Kerajaan Peureulak, Lingga dan Aceh Darussalam.


ASLI NASKAH PANITIA PEKAN KEBUDAYAAN ACEH KE-IV KABUPATEN ACEH TENGAH (belum di edit maupun direvisi)
Takengon, 21 Jumadil Akhir 1425 H/ 08 Agustus 2004 M.


 DAFTAR PUSTAKA
A. Hasjmy, Prof. Tgk. H, Meurah Ishaq membangun negeri Isak, makalah, panitia seminar masuk Islam di Aceh Tengah, Takengon, 1980

A. Hasjmy, Prof. Tgk. H, Meurah Johan Sultan Aceh Pertama, Bulan Bintang, Jakarta, 1976 :
- Idharul Haq, oleh Syekh Ishak Makarani Pase, silsilah raja-raja Kerajaan Islam Perlak dan Pase.
- Thabaqah Thabaqatin, oleh di Meulek, Ramasetia Katibul Muluk Sultan Alaidin Johan Syah, silsilah kerajaan Aceh Darussalam
- Tawarikh raja-raja Kerajaan Aceh Darussalam, oleh Tgk. M. Yunus Jamil.

Amin, Tgk M. Arifin dan T. Syahbuddin Razi, silsilah keturunan sultan-sultan Kerajaan Peureulak, Lingga dan Aceh Darussalam

Anzib Lamnyong, Tengku, transkripsi adat Aceh dari satu manuscript India Office Library, salinan, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, Banda Aceh 1981.

Abdurrahman Trieng Gading, Sultan-sultan turunan Peureulak, Harian peristiwa minggu ke-IV Agustus 1990. Mahmud Ibrahim, drs, H. Mujahid Dataran Tinggi Gayo, Yayasan Maqamam Mahmuda, Takengon 2001

M Yacob Ibrahim, drs. Dkk, tim, monografi daerah kabupaten Aceh Tengah, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh 1981

Mahmud Ibrahim, Mujahid Dataran Tinggi Jaya, Yayasan H. Maqamam Mahmuda, Takengon 2001